Setelah cukup lama Khalifah Umar berada di Syiria, ketika ia kembali pulang ingin mengetahui keadaan rakyatnya secara langsung. Maka khalifah umar menyusuri dari kampung ke kampung untuk memperoleh informasi langsung dari penduduk. Dalam perjalanannya ini, khalifah tanpa ditemani siapapun, dia menyamar sebagai orang biasa dan berjalan seorang diri. Dalam perjalanannya itu, khalifah umar mendatangi sebuah gubug yang terpencil dan dihuni oleh seorang nenek tua sendirian. Khalifah Umar tidak memperkenalkan dirinya sebagai Kholifah.
Setelah mengucapkan salam, khalifah memasuki gubug itu.
"Bagaimana kabarnya tentang Umar, Khalifah kita itu Nek?”tanya Khalifah Umar setelah sedikit berbasa basi.
"khabarnya dia baru pulang dari syiria dengan selamat."
"Bagaimana pendapat nenek tentang Khalifah kita itu ?" Tanya Khalifah Umar lagi.
"Semoga Allah jangan memberi ganjaran baik kepadanya!” jawab nenek itu.
"mengapa begitu?” tanya Khalifah Umar lagi, dia sedikit terkejut mendengar jawaban nenek itu.
"Khalifah itu jauh dari rakyat kecil. Selama dia jadi Amirul mukminin, belum pernah datang ke gubugku. Apalagi memberi uang."
"Bagaimana mungkin Khalifah Umar mengetahui tentang keadaanmu di tempat jauh yang terpencil ini?" kata khalifah.
"Subhanallah. Tak mungkin seorang khalifah tidak mengetahui dan tidak tahu keadaan rakyatnya dimanapun berada. Bukankah itu merupakan tugas dan kewajiban sebagai seorang pemimpin untuk mengetahui keadaan rakyatnya?"
Mendengar kata-kata nenek itu, khalifah umar tersentak hatinya.
"Aah, celaka umar. Semua orang dan termasuk nenek ini ternyata lebih tahu tentang diriku, gumam Khalifah Umar dalam hati. Ia merasa menyesal sehingga meneteska air mata.
"Wahai, Nenek berapa hendak kau jual kedzaliman Khalifah Umar terhadap dirimu itu? Aku kasihan terhadap khalifah itu jika nanti sampai masuk neraka. Karena itu akan kubeli kedzalimannya jika nenek mau menjualnya. “seru khalifah.
"Aah, jangan berolok-olok , nak. Kau jangan bermain-main dengan nenek yang sudah tua ini,”
"Saya tidak bercanda, nek. Betul-betul saya akan membelinya, berapapun harganya. Aku akan menebus dosanya, kasihan dia. Maukah nenek menerima uang 25 dinar sebagai harga kedzaliman khalifah umar?” kata khalifah seraya menyerahkan sekantung uang dinar .
Nenek itu merasa ragu untuk menerima uang itu, tapi karena khalifah umar terus mendesaknya, maka diterimanya uang itu.
"Terima kasih nak. Sungguh baik budimu, ujarnya nenek tua iti.
Sementara itu, kebetulan lewatlah Ali bin abi thalib dan Abdullah bin ma’ud. Melihat Khalifah Umar ada di rumah nenek tua itu, keduanya memberi salam.
"Assalamu’alaikum yaa Amirul Mukminin."
Mendengar sapaan kedua orang itu, terperanjatlah nenek itu. Tubuhnya gemetar, takut bercampur malu. Dia tidak menyangka sama sekali bahwa tamunya yang baru saja diajak mengecam Khalifah Umar, ternyata dia adalah khalifah sendiri.
"Masya Allah, saya mohon maaf atas kelancanganku ya amirul mukminin, nenek yang sudah tua ini telah berani memaki khalifah, nenek minta ampun beribu ampun, “ratap nenek itu menyadari kekhilafannya.
"Tidak nek, nenek tidak bersalah, dan saya mengucapkan terima kasih, sebab nenek sudah membuka mata hati saya, dan mudah-mudahan Allah memberi restu kepada nenek.
Khalifah umar kemudian membuka bajunya dan menggoreskan tulisan pernyataan sebagai berikut:
Dengan ini umar telah menebus dosanya atas kedzalimannya terhadap seorang nenek yang merasa didzalimi umar, sejak menjadi khalifah hingga ditebusnya dosa itu dengan 25 dinar. Dan jika nenek itu mendakwa Ummar dihari Makhsyar maka umar sudah bebas, dan tidak punya sangkut aut lagi.
Pernyataan yang ditulis baju itu ditandatangani Ali Bin Abi Tholib dan Abdullah bin Ma'ud sebagai saksi, kemudian Kholifah ummar menyerahkan baju itu kepada Abdullah Bin Mas'ud, "Simpanlah Baju pernytaan ini jika nanti aku meninggal sisipkan dalam kain kafanku untuk kubawa menghadap Allah Swt. Kata Khalifah Ummar.
Terima kasih telah mengunjungi blog ini, Silahkan berkomentar