Dalam hadits riwayat At-Tabrani diceritakan. Ketika Rosulullah duduk bersama sahabat-sahabatnya, bercerita tentang nabi hidhir. Suatu hari Nabi hidhir berjalan ditengah pasar, demikian Rosullah memulai ceritanya. Saat itu nabi hidhir berpapasan dengan seorang budak makatab (seorang budak yang merdeka berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama).
“bersedekahlah untukku, tuan. Semoga Allah memberkatimu,” kata budak itu.
“aku percaya pada takdir Allah. Tetapi hari ini aku benar-benar tak punya untuk kusedekahkan kepadamu,” jawab nabi Hidhir.
“Bi wajhillah (dengan menyebut asma Allah) , saya memohon kepadamu, bersedekahlah kepadaku. Kulihat tuan adalah seorang yang baik, saya ingin sekali memperoleh berkah darimu,” Rengek budak itu.
Karena merasa terus didesak, akhirnya nabi hidhir mengambil keputusan.
“Aku beriman kepada Allah, tetapi aku tak memiliki apapun yang bisa kuberikan kepadamu, kecuali kau mau menjualku sebagai budak,” kata nabi hidhir.
“benarkah tuan bersedia menjadi budak hanya karena hendak bersedekah kepadaku?” tanya budak itu ragu.
“engkau telah meminta sesuatu dariku Bi wajhillah. Demi Allah , aku tak ingin mengecewakanmu. Karena itu juallah diriku sebagai budak.” Jawab nabi hidhir.
Budak itu ternyata nekat membawa nabi hidhir kepada seorang hartawan untuk dijual sebagai budak. Ia laku 400 dirham, dan uang itu diterimanya. Sejak itu nabi hidhir tinggal dirumah majikannya yang telah membeli dirinya sebagai budak.
“tuan, anda telah membeli diriku. Tak usah sungkan memerintahku untuk melakukan suatu pekerjaan,” kata nabi hidhir kepada majikannya.
“fisikmu sudah tua dan lemah. Aku khawatir pekerjaan itu nanti akan memberatkanmu,” jawab majikan itu.
“atas kuasa Allah, tak ada suatu pekerjaan pun yang akan memberatkan diriku,” kata nabi hidhir meyakinkan majikannya.
“baiklah, jika itu maumu. Pindahkan batu-batu itu.”
Nabi hidhir kemudian memindahkan batu-batu itu ke tempat yang ditunjukkan majikannya. Biasanya batu-batu itu dipindahkan oleh satu pekerja dalam waktu berminggu-minggu. Tetapi nabi hidhir mampu memindahkan dalam waktu Cuma sebentar saja.
“alangkah baik pekerjaanmu,” puji majikannya setengah tidak percaya.
Karena sangat dipercaya, nabi hidhir suatu hari diminta majikannya untuk menjaga rumah dan keluarganya.
“aku tak menolak jika kau perintahkan mengerjakan apapun, tetapi jangan kau perintahkan aku melakukan itu,”tolak nabi hidhir.
“kenapa? Jika kau kuperintahkan melakukan pekerjaan lain, aku khawatir nanti akan menyengsarakanmu.”
“atas kuasa Allah, tak ada sesuatu pekerjaan yang akan memberatkanku,”sekali lagi nabi hidhir meyakinkan majikannya.
“aku ingin membuat batu bata, nanti setelah aku kembali dari bepergian akan kubuat membangun rumah. Apakah kau sanggup melaksanakannya?
Nabi hidhir menyanggupi pekerjaan itu. Kemudian ia mulai membuat batu bata saat majikannya berangkat bepergian.
Ketika majikannya kembali dari bepergian, lagi-lagi dibuatnya keheranan. Batu bata itu sudah selesai dikerjakan oleh nabi hidhir, bahkan sudah rampung membangun rumah yang direncanakan.
Melihat kejadian yang tak masuk akal secara beruntun, majikan nabi hidhir mulai curiga.
“Bi wajhillah, aku bertanya kepadamu. Apa yang terjadi, dan bagaimana kau bisa melakukan ini semua? Kata majikan itu.
Akhirnya nabi hidhir menceritakan peristiwa sejak dimintai sedekah oleh seorang budak makatab karena biwajhillah, sampai dia menjual dirinya sebagai budak.
“ Barang siapa yang diminta dengan biwajhillah, tetapi dia menolak. Padahal dia mampu melakukan, dihari kiamat nanti akan menghadap allah tanpa daging dan dengan nafas tersengal-sengal,” kata nabi hidhir.
“maafkan saya Nabiyyullah, jika mengetahui anda ini adalah seorang nabi, tentu tak akan terjadi semua ini,” kata majikan itu menyesali apa yang terjadi.
“sekarang kumerdekakan anda tanpa tebusan, dan silahkan anda tinggal dsini mengatur keluargaku, wahai Nabiyyullah,” sambungnya.
“aku memang lebih suka merdeka. Karena dengan merdeka aku bisa lebih bebas beribadah kepada Allah,”jawab nabi hidhir.
Kemudian nabi hidhir berdo’a:
“Alhamdulillahi Alladzi autsaqana fi ‘ubudiyyati, tsumma najjani minha (segala puji milik Allah, yang mengikat aku dalam perbudakan sesaat, dan yang telah menyelamatkan diriku dari perbudakan itu).”
Terima kasih telah mengunjungi blog ini, Silahkan berkomentar