Beranda Contoh MC Kata Bijak Sambutan Tata Bahasa Puisi Sastra

Pidato Memperingati Isra' Mi'raj Nabi Saw

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, wa bihi nasta'iinu 'alaa umuuriddunya waddiin, wash shalatu was salamu 'alaa asyrafil anbiyai 'al mursalin, wa 'ala aalihi wa ashabihi ajma'in, amma ba'du :    

Saudara, hadirin dan hadirat yang saya hormati. 
Pertama-tama perkenankan saya mengajak para hadirin dan hadirat sekalian, marilah kita bersyukur kepada Allah swt. atas rahmat, taufiq dan petunjuk-Nya, kita pada malam hari ini dapat berkumpul dan bertemu muka di tempat ini dalam rangka memperingati peristiwa besar yang pernah dialami Nabi Muhammad saw. yaitu Isra' Mi'raj Nabi saw.    

Peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw. itu terjadi di bulai Rajab, tepatnya tanggal 27 Rajab. Perjalanan itu dimulai dan Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Jerussalem (Palestina), di malam hari. Selanjutnya perjalanan beliau dilanjutkan ke tujuh pelata langit, hingga ke Sidratul Muntaha, diteruskan hingga ke Mustawa, suatu tempat yang tidak bisa dijangkau oleh kecanggihan teknologi manapun. Sutu pelataran yang tidak diketahui hakekatnya oleh siapapun kecuali Nabi saw. bersama Allah swt. kemudian beliau kembali lagi ke Masjidil Haram. Pada Malam itu Allah swt menampakkan cahaya Dzat-Nya di hadapan Rasulullah saw. seraya, melimpahkan samudera karunia dan kenikmatan-Nya, dalam tempo yang sangat singkat.

Peristiwa Isra' Mi'raj yang begitu penting dan monumentalitu, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Isra' berikul ini: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nyapada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."(QS. Al-Isra': 1).

Saudara, hadirin dan hadirat yang saya hormati. 
Puncak tertinggi dari perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw. adalah menghadap pada wajah Allah Rabbun Jali. Kiranya dapatlah kita ilustrasikan, bahwa di dalam sebuah perjalanan kehormatan yang sangat penting, biasanya di akhiri dengan suatu peristiwa yang sangat mantap di dalam hati sanubari yaitu menghadap (audence) pada kepala Negara dari negeri yang dikunjungi, sebagai pemegang puncak kekuasaan dalam negeri tersebut. Begitu pula perjalanan Nabi saw. yang begitu misterius dan begitu monumental yang sangat tinggi nilainya, maka peristiwa itu diakhiri dengan peristiwa puncak dari segalanya, yaitu audience menghadap secara langsung kepada Allah swt. Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, di suatu tempat yang paling luhur yang dinamakan dengan Sidratul Muntaha, di dalam selubung suasana suci dalam lautan cahaya keagungan Ilahi yang tidak diketahui tempat dan waktunya, pertemuan yang sakral dan penuh syahdu antara Rasul terkasih, Muhammad saw. bersama Tuhannya, Allah Rabbun Jali. Muhammad diberi kesempatan melihat Allah swt. secara langsung, di suatu tempat dansituasi yang tidak dapat digambarkan oleh manusia, yang hanya diketahui oleh Rasulullah saw, sendiri bersama Allah swt. Dalam dialog suci dengan Tuhannya itu, beliau menerima perintah shalat lima waktu dalam sehari semalam. Perintah shalat ini, berbeda dengan perintah ibadah-ibadah yang lain, karena shalat diterima oléh beliau secara langsung dari Allah swt. dalam suasana suci, sakral dan sangat agung.

Saudara, hadirin dan hadirat yang saya hormati. Peristiwa isra' Mi'raj Nabi saw. itu menjadi ujian berat bagi umat Islam di kalangan para sahabat pada waktu itu. Perdebatan sengit pun terjadi, sampai ada di antara mereka yang sampai murtad karena apa yang dialami Nabi saw. itu dianggap tidak masuk akal dan mustahil terjadi. Sementara sebagian yang lain mempercayai dengan penuh hati apa yang dialami Nabi saw. itu. Bagi kelompok sahabat orang kedua ini, iman mereka semakin kokoh dankuat. Sedangkan orang-orang kafir tidak hanya mengingkari apa yang barudialami Nabi saw. bahkan menuduh Muhammad telah benar-benar gila.

Peristiwa Isra' Mi'raj ini, hendaklah mampu menggerakkan renungan kita mengenai corak intelektualitas kita dan apa yang selama ini kita jadikan sebagai ukuran dalam menilai suatu kebenaran. Hal ini menjadi penting kita lakukan untuk menjaga keimanan kita agar tidak terjadi kegoncangan dan pengikisan.

Sebagai manusia kita harus menyakini dengan penuh kesadaran akan kemahakuasaan Allah swt. sehingga kita sadar betul akan posisi kita sebagai makhluk yang sangat lemah dan memiliki banyak keterbatasan. Karena manusia memiliki kecenderungan menyombongkan intelektualitasnya, merasa serba tahu dan serba bisa. Padahal apa yang telah diketahui itu hanyalah sedikit, sementara terhadap apa yang berada di luar jangkauan akal mereka yang sangat terbatas itu, mereka tidak mempercayainya. Sampai saat inipun ada sebagian manusia yang hanyamempercayai hal-hal yang rasional dan dapat dijangkau oleh indera dan akal mereka saja. Sedangkan hal-hal gaib yang tidak terjangkau oleh akal pada keberadaannya telah diinformasikan oleh Nabi saw. pasti adanya, mereka menerimanya dan mempercayainya dengan setengah setengah atau bahkan mengingkarinya sama sekali.

Ketika seseorang telah sampai pada pola pikir seperti itu, tanpa sadar sebenarnya mereka telah berada pada tingkat keimanan yang, sangat tipis atau bahkan lenyap sama sekali. Mereka tidak lagi menyadari, sebagai muslim sesungguhnya seharusnya memilih keyakinan yang kokoh dan kuat terhadap hal-hal yang bersifat gaib yang telah diinformasikan oleh Al-Qur'an yang tak mampu disentuh dan dijangkau oleh akal mereka. Terhadap orang-orang yang berpola pikir seperti itu, sesungguhnya telah disebutkan di dalam Al-Qur'an. Allah swt. berfirman yang artinya: "Dan apabila dikatakan (kepadamu), sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan hari kebangkitan itu tidak ada keraguan padanya. Niscaya kamu menjawab kami tidak tahu apakah hari kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak menyakininya."(Q A1-Jatsiyah: 32).

Pola pikir semacam itu terbentuk, akibat sikap apriori terhadap sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh nalar. Sehingga hanya kekuatan dan kemampuan akal yang dijadikan tolak ukur dalam menilai kebenaran sesuatu. Padahal sesungguhnya Allah telah menegaskan, apapun yang diberitakan Al-Qur'an itu, sedikitpun tidak mengandung.

Saudara, hadirin dan hadirat yang saya hormati. 
Dengan memperingati peristiwa Isra' Mi'raj Nabi saw. ini, keimanan kita semakin kuat dan mantap, amin. Akhirnya, terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafannya.

Billahitaufiqwal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahin wabarakatuh.

Terima kasih telah mengunjungi blog ini, Silahkan berkomentar